KHUTBAH : Perlu Akhlak Siasah Yang Santun



oleh : Drs. H. Ameer Hamzah

"Allah SWt menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW untuk menggunakan siyasah dalam berdakwah sehigga manusia tertarik hatinya untuk masuk agama Islam. Siasah yang santun juga digunakan oleh para khalifah sesudahnya."

"Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam." (QS. Ali Imran:19).


"Barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali Imran:85).

Agama Islam sebagai manhaj dari Ilahi, tentu sangat kaffah (lengkap) dan syumul (sempurna) jika dibandingkan dengan manhaj-manhaj yang lain. Islam mengatur tata kehdupan manusia mulai lahir sampai ke liang lahat, Islam tidak punya ruang untuk meninggalkan ajarannya yang sempurna tersebut.

Sejak zaman Rasulullah SAW sampai abad ke 13 hijrah, islam tak pernah terpisah dengan siasah (politik). Memang keduanya tak mungkin terpisah, ibarat dan badan dan stamina, jika dipisahkan akan lumpuh dan tak berdaya. Kaum kolonialisme Barat, ingin memisahkan syariat Islam dengan siasahnya, ternyata tidak berhasil. Kolonial hanya mampu menanamkan pahal sekularisme dalam Islam, ternyata tidak tumbuh. Turki sudah kembali kepada Islam, demikian juga Mesir, Pakistan, dan Indonesia.

Dalam interaksi sosial (ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah wathaniyah) Islam memiliki  Alkhlaqul Siyasah (patsun politik)  yang sangat baik.  Allah SWT telah memuji umat Islam dalam ayat berikut:

"Kamu adalah umat yang tertabaik yang ditampilkan di tengah-tengah umat manusia, kamu mengajak kepada yang makruf, mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah SWT." (QS. Ali Imran:110)

Khaira ummah (umat terbaik) akan terwujud bila umat Islam melaksanakan tiga  hal yang terdapat dalam ayat ini . Pertama benar-benar mengajak manusia kepada amar makruf, yakni hidup bersyariah, dan yang kedua bersungguh-sungguh melarang kemungkaran agar umat terbebas dari dosa. Dan yang terakhir adalah beriman kepada Allah SWT. Beriman dalam makna yang haq, bukan setegah hati (munafik).

Salah satu hal yang sedang aktual dibicarakan sekarang adalah mengenai siyasah (politik). Siasah yang asal katanya dari  sasa, yasusu, siyasah termasuk masalah penting dalam Islam. Orang-orang sekarang menyebutnya politik, sebuah istilah asing yang diadopsi dari bahasa latin yang juga bermakna yang sama degan bahasa Arab Siyasah. (Baca: Fiqh Daulah: Prof. Dr. Muhammad Yusuf Qardhawy).

Devinisi dari siasah adalah mengambil kebijakan yang menguntungkan kebenaran dan memutuskan sesuatu perkara yang tidak bertentangan dengan akidah Islam. Syaikhul Islam, Imam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya, “As-Siyasah As-Syar’iyah” menyebutkan; Siyasah adalah cara mengendalikan system kekuasaan yang menguntungkan agama dan Negara.

Agama Islam ditegakkan oleh Rasulullah dan al-Khulafaurrasyidin dengan siyasah yang hebat dan sangat santun. Allah SWt menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW untuk menggunakan siyasah dalam berdakwah sehigga manusia tertarik hatinya untuk masuk agama Islam. Siasah yang santun juga digunakan oleh para khalifah sesudahnya.

Setelah penjajah (kalonial Barat, kafir)  menguasai umat islam, abad ke 17,18, dan 19 M. Mereka mencoba menjadikan Islam sebagai ajaran agama mereka. Menurut mereka, Islam adalah agama  spiritual saja, tidak perlu memikirkan urusan siasah dan ekonomi. Meski modus mereka tidak berhasil, namun ada juga sebagian  umat Islam pengikut  sekulkarisme yang demikian. Mereka ingin memisahkan agama dan Negara. Mereka tidak sadar, tanpa siasah Islam menjadi “kerdil” dan tak berdaya.

Kelompok Islam awam (buta syariah) menyangka siasah bukan dari ajaran Islam dan mereka menganggap siasah itu “kotor” sehingga mereka menjauhinya. Akibat pasif, sejumlah negara berpenduduk mayoritas Islam di Afrika, Asia dan Eropa dikendalikan oleh kaum minoritas non-Islam. Parlemen dan undang-undang dikuasai oleh musuh-musuh Islam, akhirnya manhaj Ilahi tidak berjalan di negara itu.

Supaya umat Islam dapat meraih kemenangan dalam memilih pemimpin, Allah SWT menganjurkan mereka supaya bersatu dan jangan berpecah belah. Tetapi kenyataannya mereka tidak mau bersatu, bahkan saling melontarkan ujaran kebencian, saling fitnah, dan menebar berita bohong (hoaks). Mereka telah meninggalkan akhlak siyasah yang santun.

"Barang siapa mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka ia telah berbuat kebohongan(hoaks) yang besar dan dosa yang nyata."(QS. An-Nisa':112)

Hoaks (hoax) adalah istilah sekarang. Dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan fitnah. Jika didefinisikan fitnah itu adalah membicarakan orang lain yang jelek-jelek, padahal yang bersangkutan tidak pernah melakukannya. Misalnya kita rekayasa cerita bahwa si fulan pernah berzina dengan si fulanah di sebuah hotel. Akibat cerita rekayasa itu, si fulan dan fulanah tercemar namanya.

Hoaks itu sama dengan kebohongan yang besar. Pelakunya disebut pembohong. Pekerjaan itu sangat dilarang oleh Allah dan Rasulullah SAW. Siapa yang melakukannya telah berbuat dosa besar. Itulah kerja kaum munafik di zaman hidup Rasulullah SAW. Mereka merekayasa berbagai berita bohong terhadap Rasulullah SAW, antara lain menuduh Nabi Muhammad SAW memiliki ilmu sihir, gila, doyan perempuan, menuduh Aisyah Ummul Mukminin berselingkuh dengan seorang pemuda Safwan bin Mu’tal , dan sebagainya.

Dewasa ini umat Islam kurang mempertimbangkan masalah dosa besar yang satu ini. Tuduhan-tuduhan sangat keji sering dilemparkan oleh satu kelompok kepada kelompok yang lain, antara satu golongan kepada golongan yang lain. Mereka lupa ayat Allah yang melarang perbuatan ini:

"Barang siapa mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka ia telah berbuat kebohongan yang besar dan dosa yang nyata."(QS. An-Nisa':112)

*Penceramah Tetap di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.

Komentar

Terpopuler