Cerdas Menentukan Pilihan

Oleh Muhammad Hatta Selian

ALLAH Subhanahu Wa Ta'ala telah memberikan kebebasan kepada kita untuk
memilih jalan yang kita inginkan dalam hidup ini, sebagaimana
firman-Nya :

"Dan katakanlah (Muhammad), "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu;
barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan
barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir." (QS. Al-Kahfi :
29).

Hanya saja, setiap pilihan memiliki risiko dan konsekuensi yang akan
dipertanggung jawabkan.

Bagi yang memilih jalan orang-orang kafir, terancam dengan api neraka
yang menyala-nyala, sebagaimana lanjutan ayat Al Quran yang artinya:

"Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zhalim, yang
gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum),
mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan
wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang
paling jelek". (QS. Al-Kahfi : 29).

Sedangkan orang yang memilih jalan keimanan, bagi mereka dijanjikan
surga yang penuh dengan keindahan dan kenikmatan, sebagaimana pada
ayat ke 30-31 dalam surat yang sama:

"Sungguh, mereka yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, Kami
benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan
perbuatan yang baik itu". (QS. Al-Kahfi : 30)

"Mereka itulah yang memperoleh surga 'Adn, yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai; (dalam surga itu) mereka diberi hiasan gelang emas dan
mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal,
sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah.
(Itulah) sebaik-baik pahala dan tempat istirahat yang indah".(QS.
Al-Kahfi : 31).

Betapa mudahnya bagi manusia untuk mencerna dua pilihan di atas,
sangat jelas dan gamblang bentuk pilihan beserta hasil yang
didapatkan, yaitu Neraka bagi yang memilih jalan kekufuran dan surga
bagi yang memilih jalan keimanan.

Di samping itu, setiap pilihan yang ditempuh akan membutuhkan upaya
pengorbanan. Pengorbanan dalam bentuk waktu, fikiran, tenaga, harta
bahkan jiwa sekalipun untuk mempertahankan dan mengembangkan jalan
pilihan.

Bagi yang memilih jalan kekufuran akan berkorban.

Sebagaimana juga bagi mereka yang memilih jalan iman akan bekorban.

Allah menghibur pengorbanan orang yang memilih jalan iman:

"Jika kalian menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun
menderita kesakitan, sebagaimana kalian menderitanya". (An-Nisa: 104)

Ibnu Katsir rahimahullah berkomentar: "Yaitu sebagaimana kalian
terkena luka dan kematian, maka hal tersebut telah menimpa mereka
pula."

Kata Ibnu Katsir rahimahullah : Ayat ini semakna dengan ayat lain,
yaitu firman-Nya:

"Jika kalian (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum
(kafir) itu pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa". (Ali
Imran: 140)

Hanya saja bedanya ialah:

"Sedangkan kalian (orang beriman) mengharap dari Allah apa yang tidak
mereka (orang kafir) harapkan". (An-Nisa: 104).

Iya, pengorbanan dalam meniti jalan orang beriman itu bermuara pada
kenikmatan surga. Tidak sebaliknya.

Ketika Umar ibnul Khattab Radhiyallahu Anhu melewati sebuah gereja
yang dihuni oleh seorang rahib, maka Umar memanggilnya, "Hai rahib!"
Lalu si rahib muncul; maka Umar memandangnya dan menangis. Kemudian
ditanyakan kepada Umar, "Mengapa engkau menangis, hai Amirul
Mu'minin?" Umar menjawab, bahwa ia teringat akan firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala:

"Bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat
panas".(Al-Ghasyiyah: 3-4). Itulah yang menyebabkan aku menangis.

Umar menangis karena pengorbanan sang Rahib tersebut untuk menempuh
jalan selain jalan orang beriman.

Apapun jalan yang kita pilih, maka pengorbanan adalah sebuah keniscayaan.

Pertanyaan yang urgen untuk kita tanyakan pada diri kita masing-masing
ialah Apakah saya telah memilih jalan keimanan atau condong kepada
jalan kekufuran?

Untuk menjawab pertanyaan ini bisa kita lihat dari empat aspek berikut
ini, yaitu :

1. Hati
Bagaimana kecondongan hati kita? Apakah condong memilih jalan islam
atau sebaliknya?

Apakah tunduk patuh pada ketentuan syariat Allah atau sebaliknya?

Apakah tawadhu menerima hukum Allah atau sombong dan congkak serta menolaknya?

Jawabannya ada pada diri kita sendiri dan tampak dalam kehidupan sehari-hari.

Perhatikan firman Allah berikut ini:

"Barang siapa yang Allah kehendaki petunjuk, niscaya Dia melapangkan
dadanya untuk menerima Islam". (Al-An'am: 125)

Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu mengatakan : bahwa Allah melapangkan
dadanya kepada ajaran tauhid dan iman kepada-Nya.

Sebaliknya, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah
menjadikan dadanya sesak lagi sempit (menerima islam), seolah-olah ia
sedang mendaki ke langit". (Al-An'am: 125).

Mari kita tanyakan hati, apakah lapang dada kita menerima ajaran islam
atau sempit dan berat meskipun sekedar mendengar kata syari'ah.

2. Akal.
Akal yang sehat akan selaras dengan hati tunduk patuh pada syari'at
Allah, karena akal yang sehat dapat membedakan antara hitam dan putih,
akal yang sehat juga dapat mengetahui kebenaran dari yang batil,
sehingga dengan akal itu ia meniti jalan kebenaran tersebut.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan maka Allah pahamkan tentang
agama". (HR. Bukhari)

3. Akhlaq Mulia.
Akhlaq mulia merupakan buah dari hati yang tunduk dan akal yang sehat,
bahkan Rasulullah menjadikan ukuran kesempurnaan iman seseorang dengan
akhlaq mulia, sebagaimana sabdanya :

"Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaqnya ". (HR. Abu Daud).

Begitu juga ketika Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam ditanya
tentang penyebab yang paling banyak membuat orang masuk surga, lalu
beliau menjawab : "Takwa kepada Allah dan akhlaq mulia ". (HR.
Tirmidzi)

4. Teman dekat dan lingkungan
Teman dekat dan lingkungan sangat menentukan seseorang memilih jalan
keimanan atau jalan kekufuran, karena orang yang patuh kepada Allah
tidak akan betah tinggal bersama orang-orang yang membenci Allah.
Sebaliknya, orang-orang yang membenci Allah tidak akan nyaman bersama
dengan orang yang mencintai Allah.

"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka".
(Al-Mujadilah: 22)

Teman dekat dan lingkungan akan saling mempengaruhi sikap dan
kecondongan. Rasulullah bersabda :

"Agama seseorang sangat bergantung kepada teman dekatnya, maka
perhatikanlah oleh kalian dengan siapa ia berteman dekat". (HR. Abu
Daud)

Dalam hadits yang lain:

"Ruh-ruh itu seperti pasukan yang dihimpun dalam satu-kesatuan, yang
saling mengenal di antara mereka akan mudah saling tertaut, yang
saling merasa asing di antara mereka akan mudah saling berselisih".
(HR Muslim)

Salah dalam memilih teman dekat dan lingkungan, akan menjadi
penyesalan sampai di akhirat kelak. Perhatikan firman Allah berikut:

"Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua
tangannya, seraya berkata, "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan
bersama-sama Rasul." Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu)
tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah
menyesatkan aku dari Al-Qur'an ketika Al-Qur'an itu telah datang
kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia". (QS.
Al-Furqan : 27-29).

Jangan Salah menentukan pilihan!

Komentar

Terpopuler